Pemuda itu
berjalan menyusuri trotoar menuju kedai kopi yang biasa dikunjungi kala sore
hari, kali ini kepalanya tertunduk dengan kedua tangan menyusup disaku celana
twis nya, cuaca sore itu sedikit mendung dan mungkin hujan tak akan lebat
dimalam hari.
Sesampainya di kedai si pemuda itu menatap ke
arah tempat duduk favorit nya, ternyata ada seseorang disana dan pemuda itu
berdiam sejenak, berpikir apakah akan menyinggahi tempat duduk lain atau pulang
saja, belum usai dia berdebat dengan kata hati tiba-tiba seseorang itu beranjak
dan pergi. iya kadang manusia dipertemukan dengan keadaan dimana dia harus
menunggu sejenak.
Dengan beberapa langkah kecil pemuda itu
meraih kursi yang disukainya, sebenarnya bukan masalah kursi melainkan tempat
yang dianggapnya sempurna dengan sisi sudut pandang yang membuat betah. Dari situ
dia bisa leluasa melihat halaman depan kedai, menikmati sajian alam dengan
beberapa bocah yang putus sekolah dan memilih untuk menjadi tukang parkir
mencari uang jajan, pastinya dengan melihat pemandangan seperti itu akan
membuatnya bersyukur. Sedikit mengarah ke kanan dia bisa melumat habis
penampakan wanita cantik yang berdiri dibalik jajakan bunga diseberang jalan
sana, betapa mengagumkan karya Tuhan pada keturunan hawa. Tak hanya itu, saat
pemuda itu menolak arah ke kiri disana juga ada aquarium besar dengan
ikan-ikanya yang warna-warni, membuatnya merasa bahwa dirinya adalah makhluk
yang disempurnakan oleh Tuhan untuk menikmati alam yang luas. Dan paling tidak
aquarium itu menjadi sekat pembatas antara dia dan beberapa orang di dalam
kedai tersebut yang mayoritas laki-laki gembrot kelebihan kolesterol, dia tidak
menyukai orang-orang seperti itu.
Setelah merasa sudah menyatu dengan ruangan,
pemuda itu mengeluarkan bungkus rokok yang dibeli tadi siang waktu jam makan,
itu sudah bungkus ke tiga untuk hari ini. Berbarengan dengan disulutnya batang
rokok tersebut detak jantung pemuda itu pun menagih kenikmatan seorang pria,
tak peduli seberapa keras iklan larangan merokok, tak ambil pusing berapa
banyak korban jiwa atas dampak nya, menurut nya dia tidak harus menakuti suatu
hal jika sementara sering dilakukan, mungkin artinya mengenai keyakinan, kalau
takut ya takut kalau tidak ya jangan dipermasalahkan, karena yang menjadi fatal
adalah jika takut tetapi tetap dilakukan.
"..sore mas, mau pesen apa? "
sapa pelayan mengagetkan lamunan pemuda itu.
"..maaf?" jawabnya
terkejut
"mas nya mau pesen apa?" pelayan mengulangi tawaran nya.
"emm..biasa mbak, tapi agak panas dikit"
Si pemuda memesan menu seperti
biasa hanya saja kali ini tiba-tiba cuaca lebih dingin dari perkiraan nya.
"sendirian mas..? baik, segera kami antar"
Pemuda itu hanya tersenyum dan
pelayan berlalu di balik aquarium. Sepertinya bukan hal tabu mendengar pelayan
mengatakan kalimat yang terakhir, ke sendirian yang hinggap di dirinya tak lain
karena dia terlalu sibuk dan mengabdikan waktu nya hanya untuk bekerja, dia
sudah diberi mandat oleh orang tua nya agar mendekati perempuan jika sudah
mapan, bahkan orang tua nya berpesan ketika menikah nanti semua biaya adalah
mutlak dari jeri payah nya sendiri, hal itu diajarkan untuk menjadikan manusia
yang menahan nafsu dan sabar berikhtiar tanpa meragukan kekuasaan Tuhan atas
jodoh yang ditentukan.
Bergelut dengan bayang-bayang perkataan orang
tua nya di dalam batin membuatnya tanpa sengaja mengucap kata dengan intonasi
yang cukup keras "tapi sekarang kan
aku sudah mapan??!!!!" . Serentak
pendatang kedai berhenti berbincang mereka bertanya-tanya dari mana asal
suaranya.
Si pemuda pun menyadari kelatahan nya itu,
untung ada aquarium, gumam nya.
Sejenak kemudian pandanganya melayang ke arah kanan, dimana
berdiri sosok perempuan cantik yang sudah hampir setengah tahun memulai jajakan
bunganya diseberang jalan itu, dan sudah hampir setengah tahun pula perempuan
itu menjadi pemandangan indah dibalik kaca kedai kopi favoritnya.
"silahkan mas"
pelayan mengagetkan untuk kedua kalinya.
Entah kenapa dia merasa sore ini pikiran nya tidak fokus, di sulut
lah batang rokok nya, menemani seruputan kopi panas di suasana mendung yang
menuju maghrib.
...
Selesai dia berjamu dan membayar dia
melangkah keluar bermaksud untuk pulang, tapi seperti yang diperkirakan bahwa
hujan benar-benar turun walaupun hanya gerimis. Itu hari senin, hari awal dia
masuk kerja di pekan ini, tentunya akan sangat disayangkan jika kemeja yang
dikenakan nya harus katam karena hujan.
Dia pun berdiri dibibir lantai kedai itu, memandang jauh ke langit
buram dengan torehan-torehan kilat yang bergemuruh, berharap Tuhan meredakan
sebentar dan memberi kesempatan untuk dia pulang ke rumah.
Tuhan maha mendengar maha mengetahui lagi maha bijaksana, mudah
saja Tuhan menghentikan hujan agar si pemuda tadi bisa pulang tanpa menunggu,
namun Tuhan bukan memberi yang kita mau tapi melainkan mengabulkan apa yang
kita butuh, walau kadang manusia itu sendiri tak sampai menyadarinya.
Betapa bijaksana nya sang
maha kuasa, perempuan yang sering menguasai lamunan saat pemuda itu hinggap di
kedai--kini dengan senyum manis serta ke sentunan telah berdiri tepat dihadapan
nya, menawarkan jasa payung untuk dikenakan berdua, melihat bentuk payung yang
memang lebar membuat pemuda itu tak punya alasan untuk menolak. dan
melangkahlah mereka atas takdir Tuhan maha segala cinta.
...ya, sampai disini. Biarkan mereka yang melanjutkan ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Budayakan komentar yang santun dan bermanfaat