AS BLOGS



3 Jan 2014

Kebijaksanaan Sebuah Kisah

Pemuda itu berjalan menyusuri trotoar menuju kedai kopi yang biasa dikunjungi kala sore hari, kali ini kepalanya tertunduk dengan kedua tangan menyusup disaku celana twis nya, cuaca sore itu sedikit mendung dan mungkin hujan tak akan lebat dimalam hari.

Sesampainya di kedai si pemuda itu menatap ke arah tempat duduk favorit nya, ternyata ada seseorang disana dan pemuda itu berdiam sejenak, berpikir apakah akan menyinggahi tempat duduk lain atau pulang saja, belum usai dia berdebat dengan kata hati tiba-tiba seseorang itu beranjak dan pergi. iya kadang manusia dipertemukan dengan keadaan dimana dia harus menunggu sejenak.

Dengan beberapa langkah kecil pemuda itu meraih kursi yang disukainya, sebenarnya bukan masalah kursi melainkan tempat yang dianggapnya sempurna dengan sisi sudut pandang yang membuat betah. Dari situ dia bisa leluasa melihat halaman depan kedai, menikmati sajian alam dengan beberapa bocah yang putus sekolah dan memilih untuk menjadi tukang parkir mencari uang jajan, pastinya dengan melihat pemandangan seperti itu akan membuatnya bersyukur. Sedikit mengarah ke kanan dia bisa melumat habis penampakan wanita cantik yang berdiri dibalik jajakan bunga diseberang jalan sana, betapa mengagumkan karya Tuhan pada keturunan hawa. Tak hanya itu, saat pemuda itu menolak arah ke kiri disana juga ada aquarium besar dengan ikan-ikanya yang warna-warni, membuatnya merasa bahwa dirinya adalah makhluk yang disempurnakan oleh Tuhan untuk menikmati alam yang luas. Dan paling tidak aquarium itu menjadi sekat pembatas antara dia dan beberapa orang di dalam kedai tersebut yang mayoritas laki-laki gembrot kelebihan kolesterol, dia tidak menyukai orang-orang seperti itu.

Setelah merasa sudah menyatu dengan ruangan, pemuda itu mengeluarkan bungkus rokok yang dibeli tadi siang waktu jam makan, itu sudah bungkus ke tiga untuk hari ini. Berbarengan dengan disulutnya batang rokok tersebut detak jantung pemuda itu pun menagih kenikmatan seorang pria, tak peduli seberapa keras iklan larangan merokok, tak ambil pusing berapa banyak korban jiwa atas dampak nya, menurut nya dia tidak harus menakuti suatu hal jika sementara sering dilakukan, mungkin artinya mengenai keyakinan, kalau takut ya takut kalau tidak ya jangan dipermasalahkan, karena yang menjadi fatal adalah jika takut tetapi tetap dilakukan.

"..sore mas, mau pesen apa? "

sapa pelayan mengagetkan lamunan pemuda itu.

"..maaf?" jawabnya terkejut

"mas nya mau pesen apa?" pelayan mengulangi tawaran nya.

"emm..biasa mbak, tapi agak panas dikit"

Si pemuda memesan menu seperti biasa hanya saja kali ini tiba-tiba cuaca lebih dingin dari perkiraan nya.

"sendirian mas..? baik, segera kami antar"

Pemuda itu hanya tersenyum dan pelayan berlalu di balik aquarium. Sepertinya bukan hal tabu mendengar pelayan mengatakan kalimat yang terakhir, ke sendirian yang hinggap di dirinya tak lain karena dia terlalu sibuk dan mengabdikan waktu nya hanya untuk bekerja, dia sudah diberi mandat oleh orang tua nya agar mendekati perempuan jika sudah mapan, bahkan orang tua nya berpesan ketika menikah nanti semua biaya adalah mutlak dari jeri payah nya sendiri, hal itu diajarkan untuk menjadikan manusia yang menahan nafsu dan sabar berikhtiar tanpa meragukan kekuasaan Tuhan atas jodoh yang ditentukan.

Bergelut dengan bayang-bayang perkataan orang tua nya di dalam batin membuatnya tanpa sengaja mengucap kata dengan intonasi yang cukup keras "tapi sekarang kan aku sudah mapan??!!!!"  . Serentak pendatang kedai berhenti berbincang mereka bertanya-tanya dari mana asal suaranya. 

Si pemuda pun menyadari kelatahan nya itu, untung ada aquarium, gumam nya.
Sejenak kemudian pandanganya melayang ke arah kanan, dimana berdiri sosok perempuan cantik yang sudah hampir setengah tahun memulai jajakan bunganya diseberang jalan itu, dan sudah hampir setengah tahun pula perempuan itu menjadi pemandangan indah dibalik kaca kedai kopi favoritnya.

"silahkan mas"

pelayan mengagetkan untuk kedua kalinya.

Entah kenapa dia merasa sore ini pikiran nya tidak fokus, di sulut lah batang rokok nya, menemani seruputan kopi panas di suasana mendung yang menuju maghrib. 
...

Selesai dia berjamu dan membayar dia melangkah keluar bermaksud untuk pulang, tapi seperti yang diperkirakan bahwa hujan benar-benar turun walaupun hanya gerimis. Itu hari senin, hari awal dia masuk kerja di pekan ini, tentunya akan sangat disayangkan jika kemeja yang dikenakan nya harus katam karena hujan.
Dia pun berdiri dibibir lantai kedai itu, memandang jauh ke langit buram dengan torehan-torehan kilat yang bergemuruh, berharap Tuhan meredakan sebentar dan memberi kesempatan untuk dia pulang ke rumah.
Tuhan maha mendengar maha mengetahui lagi maha bijaksana, mudah saja Tuhan menghentikan hujan agar si pemuda tadi bisa pulang tanpa menunggu, namun Tuhan bukan memberi yang kita mau tapi melainkan mengabulkan apa yang kita butuh, walau kadang manusia itu sendiri tak sampai menyadarinya.

Betapa bijaksana nya sang maha kuasa, perempuan yang sering menguasai lamunan saat pemuda itu hinggap di kedai--kini dengan senyum manis serta ke sentunan telah berdiri tepat dihadapan nya, menawarkan jasa payung untuk dikenakan berdua, melihat bentuk payung yang memang lebar membuat pemuda itu tak punya alasan untuk menolak. dan melangkahlah mereka atas takdir Tuhan maha segala cinta.

...ya, sampai disini. Biarkan mereka yang melanjutkan ceritanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Budayakan komentar yang santun dan bermanfaat